LABUAN BAJO TERKINI – Perubahan iklim, penurunan debit air, dan kerusakan lingkungan bukan lagi sekadar isu global. Di Kota Ruteng, realita ini sudah terasa. Air bersih makin sulit dijangkau, hutan-hutan menipis, dan sumber mata air kian mengering.

Namun, harapan itu belum sirna. Sebuah gerakan sederhana, yakni menanam pohon, kini menjadi simbol komitmen bersama lintas komunitas dan lembaga demi bumi yang lebih lestari.

Bagi Anton Hani, Kepala Bidang Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai, kondisi lingkungan saat ini adalah sinyal yang tak bisa diabaikan.

Ia menyebutkan bahwa debit air di Ruteng menurun hingga 30% angka yang mencerminkan ancaman serius terhadap ketersediaan air bersih di masa depan.

“Kita tahu debit air sekarang menurun hampir 30% karena banyaknya pohon di hutan yang sudah ditebang. Gerakan ini adalah upaya penting untuk meningkatkan daya serap air melalui penanaman pohon-pohon yang berfungsi sebagai bank air, seperti arak dan bambu,” ujarnya,saat diwawancarai, Senin 16 Juni 2025.

Menyemai Harapan Lewat Kolaborasi

Gerakan ini bukan gerakan tunggal. Ia hidup dan tumbuh berkat kerja sama dari banyak pihak. Komunitas lokal, LSM, kelompok Orang Muda Katolik (OMK), hingga masyarakat adat, semuanya bersatu.

Dinas Lingkungan Hidup menggandeng organisasi seperti KSPA, PDAM, Plan Internasional, Yayasan Ayo Indonesia, Wahana Visi Indonesia, dan Bambu Lestari. Bahkan institusi pendidikan seperti sekolah-sekolah, UNIKA, dan Sekolah Tinggi Pastoran ikut ambil bagian.

“Kami dari dinas juga menggandeng sekolah dan universitas. Kami percaya bahwa pendidikan dan aksi nyata harus berjalan beriringan,” tambah Anton Hani.

Di balik kerja sama itu, ada dukungan logistik yang tidak kalah penting. Dumtruck disediakan untuk mengangkut bibit dari tempat pembibitan ke lokasi penanaman. Semua ini menjadi wujud sinergi untuk menyelamatkan lingkungan.

Dari Program Menjadi Prioritas

Gerakan ini bukan sekadar proyek tahunan. Ia telah menjelma menjadi program unggulan Dinas Lingkungan Hidup. Fokusnya tidak hanya pada penghijauan, tetapi juga pelestarian air, udara, dan pengelolaan sampah.

Monitoring dilakukan secara rutin, enam bulan setelah penanaman, untuk memastikan bahwa pohon yang ditanam benar-benar tumbuh dan memberi dampak.

Namun, seperti gerakan sosial lainnya, tantangan selalu ada. Pemahaman masyarakat yang masih minim tentang pentingnya menjaga hutan menjadi hambatan nyata.

Peran masyarakat saat ini belum maksimal

“Banyak dari mereka yang masih menebang pohon secara sembarangan karena pemahaman mereka terhadap pentingnya lingkungan masih rendah,” Ujar Anton Hani, dengan nada prihatin.

Ketika Tantangan Menjadi Titik Awal Solusi

Tidak semua dinas memiliki anggaran atau sumber daya untuk aktif dalam gerakan ini. Tantangan lain muncul dari keterbatasan koordinasi antar instansi, serta minimnya kesadaran kolektif.

Menanggapi hal ini, Dinas Lingkungan Hidup menyusun rencana aksi tahunan. Rencana ini melibatkan TNI, POLRI, Kantor Sumber Daya Alam, dan Gereja. Tujuannya bukan hanya menanam pohon, tapi juga menanam kesadaran lintas sektor demi bumi yang lebih sehat.

“Gerakan ini bukan milik satu kelompok. Ini tanggung jawab bersama. Kita tidak bisa menunggu, kita harus mulai sekarang,” tegas Anton.

Menjaga Alam untuk Anak Cucu

Di akhir pernyataannya, Anton Hani menyampaikan pesan yang menyentuh. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mulai mencintai alam, tidak sekadar lewat kata, tetapi lewat tindakan nyata.

“Saya menghimbau kepada seluruh masyarakat agar mencintai Ibu Bumi. Dengan menjaga lingkungan hari ini, anak cucu kita akan tetap bisa menikmati alam yang bersih dan lestari,” pungkasnya.

 

 

Oleh: Maria Klemensiana Edeng, Yohanes Yekrianto, Susana D.N Sarifudin – Mahasiswa Prodi Bahasa Inggris Unika St Paulus Ruteng Manggarai NTT