LABUAN BAJO TERKINI – Udara kebebasan akhirnya dihirup Yosef (43). Kamis, 22 Mei 2025, menjadi penanda akhir dari hampir dua dekade hidupnya dalam belenggu pasung. Rumah bebas pasung yang berdiri di Kampung Rentung, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, itu kini menjadi tempatnya merajut asa.
Pembangunan rumah ini, buah inisiatif Seminari St. Kamilus Maumere dan Biara Kamilian Ruteng, sejatinya dikebut sejak 21 April 2025. Semula, target penyelesaian adalah Sabtu, 17 Mei 2025, dengan rencana pembukaan pada Senin, 19 Mei. Meski sedikit bergeser, harapan itu kini terwujud. Yosef tak lagi meringkuk dalam kurungan kecil, terikat rantai.
Figur sentral di balik upaya kemanusiaan ini adalah Ptr. Cyrelus Suparman Andi, MI, yang karib disapa Pater Andi. Rumah untuk Yosef ini merupakan karya mereka yang ke-98.
“Pembangunan rumah Yosef dimulai Senin, 21 April 2025, ditargetkan selesai Sabtu, 17 Mei,” ujar Pater Andi kepada media, Kamis, 15 Mei 2025 lalu. Ia menambahkan, “Rencananya Senin, 19 Mei, Yosef bebas dari pasung dan akan tinggal di rumah bebas pasung.”
Bagi Pater Andi, praktik pasung adalah masalah serius, khususnya di Manggarai- Flores, Sumba, dan Timor. Ini bukan sekadar pelanggaran Hak Asasi Manusia, tetapi juga penghambat pemulihan dan reintegrasi sosial Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). “Pasung bukanlah solusi, melainkan kebrutalan yang menghancurkan jiwa,” tegasnya. “Kita harus bertindak untuk membebaskan Yosef dan ribuan ODGJ lainnya dari belenggu ini.”
Namun, Pater Andi mengingatkan, membebaskan dari pasung hanyalah langkah awal. “Yang pertama sekali, pasien ODGJ itu perlu pengobatan yang rutin. Mereka perlu dikasihani, dilayani dengan penuh kasih sayang,” bebernya. Menurutnya, pasungan semestinya tak terjadi jika penanganan medis sejak dini berjalan baik.
Kesadaran keluarga juga krusial. Memonitor perkembangan pasien, mengawasi konsumsi obat, hingga memastikan kebutuhan dasar seperti makan, minum, dan kenyamanan terpenuhi, adalah kunci. “Pasien ODGJ itu perlu kasih sayang dan kepedulian pihak lain, bukannya malah ditolak, diolok, dicacimaki, atau malah diperlakukan dengan kasar,” ungkap Pater Andi.
Ia tak menampik adanya kendala di lapangan. “Kenyataan menunjukkan bahwa banyak pasien ODGJ yang belum memperoleh pengobatan rutin, dan kurangnya pengawasan dari Dinas Kesehatan atau Puskesmas setempat,” pungkasnya. Jika saja persediaan obat dan pendampingan dari dinas terkait berjalan lancar, persoalan ODGJ di Manggarai diyakininya bisa tertangani lebih baik.
Seruan dukungan pun menggema. “Saya minta dukungan dari kita semua untuk pembangunan rumah bebas pasung dan mari kita berikan harapan baru bagi mereka yang terjebak dalam kebrutalan ini,” ujarnya.
Sebab, setiap tindakan, sekecil apa pun, bisa menjadi suara bagi mereka yang tak mampu bersuara, dan harapan bagi mereka yang terperangkap dalam gelapnya pasung.
Catatan : Artikel ini digarap bersama Ovantri Nero
Tinggalkan Balasan