LABUAN BAJO TERKINI – Bupati Edistasius Endi atau Edi Endi menyatakan kapal wisata yang menyiapkan akomodasi makan minum maupun kamar yang beroperasi di perairan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat dihalalkan untuk dikenakan pajak.

Hal itu diungkapkan Edi Endi dalam rapat paripurna istimewah penyampaian dan penyerahan laporan panitia khusus (PANSUS) DPRD atas laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Manggarai Barat tahun anggaran 2024 dan penyampaian keputusan DPRD tentang rekomendasi DPRD atas LKPJ Bupati Manggarai Barat tahun 2024 di ruang rapat dewan setempat, Kamis (27/3/2025).

“Surat kita sudah dibalas per hari ini oleh Menteri Keuangan, bahwa yang diperdakan dan diperbubkan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sehubungan dengan kapal yang menyiapkan akomodasi baik itu makan minum maupun kamar dihalalkan untuk dikenakan pajak. Suratnya sudah ada, tertulis,” kata Edi Endi dihadapan anggota DPRD yang hadir.

Ia meminta anggota DPRD untuk sama-sama berjuang terkait dengan soal bagaimana pembatasan kewenangan termasuk apa yang menjadi hak dan kewajiban sehubungan dengan pengelolaan kepelabuhanan.

“Pemerintah butuh suport yang konkrit dari bapak ibu anggota dewan dalam konteks bahwa Mangarai Barat itu bukan negara bagian tapi otonomi,” pintanya.

Politikus NasDem itu berharap ada langkah-langkah konkrit dari 30 anggota DPRD setempat untuk membangun masyarakat Manggarai Barat sejahtra.

“Dalam rangka perbaikan yang pada akhirnya itu bagaimana membangun masyarakat sejahtra dan kabupaten ini menjadi maju,” harapnya.

“Butuh kebersamaan, butuh kerjasama dan sama-sama kerja, baik pemerintah maupun DPRD dalam konteks saling bersinergi dan tidak saling menyangka,” lanjut Edi Endi.

Sebelumnya diberitakan, KemenRI, melalui Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyurati Edi Endi mengenai pengaturan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebagai obyek pajak daerah dari kapal wisata.

Surat itu respon Kemenkeu RI atas surat Bupati Manggarai Barat Nomor 970/BAPENDA/216/III/2025 tertanggal 14 Maret 2025 mengenai Permohonan Penegasan Kapal Wisata Sebagai Objek Pajak Daerah.

Salah satu poin yang tertuang dalam surat itu rekomendasi untuk menghilangkan frasa ‘di darat dan di atas air’ dalam Perda Nomor 8 tahun 2023.

Merujuk pada sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP KUPDRD), Kemenkeu RI dalam suratnya itu menegaskan bahwa PBJT atas makanan dan/atau minuman dan PBJT atas jasa perhotelan di kapal wisata dapat dipungut apabila telah terpenuhinya persyaratan objektif dan subjektif dan wilayah pemungutan PBJT yang terutang merupakan wilayah daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.

Dalam surat bernomor S-64/PK/PK.5/2025 itu, Kemenkeu RI menjelaskan hasil evaluasi atas Perda Kabupaten Manggarai Barat Nomor 8 Tahun 2023 tentang PDRD dengan Surat Nomor S-190/PK/PK.5/2024 tanggal 25 Juli 2024 yang disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bupati Manggarai Barat.

Hasil evaluasi menunjukkan terdapat beberapa materi pengaturan dalam Perda yang perlu dilakukan penyesuaian di antaranya adalah Pasal 25 ayat (1) huruf a Perda, yang semula rumusannya ‘Restoran di darat dan di atas air yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian Makanan dan/atau Minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum’.

Direkomendasi untuk disesuaikan dengan muatan Pasal 51 ayat (1) huruf a UU HKPD, sehingga rumusannya menjadi “Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian Makanan dan/atau Minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum”.

“Frasa ‘di darat dan di atas air’ direkomendasi dihapus mengingat dalam UU HKPD tidak membedakan di darat dan di atas air atas penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman. Muatan yang perlu diperhatikan adalah sesuai pasal 19 ayat (6) PP 35 Tahun 2023 yaitu wilayah pemungutan merupakan wilayah daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan,” tulis Kemenkeu RI.

Berdasarkan penjelasan itu PBJT atas Makanan dan/atau Minuman dan PBJT atas Jasa Perhotelan di kapal wisata dapat dipungut apabila telah terpenuhinya persyaratan objektif dan subjektif, dan wilayah pemungutan PBJT yang terutang merupakan wilayah daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.

Selanjutnya dalam pemungutan pajak, pemda perlu meyakini terpenuhinya syarat obyektif dan subyektif PBJT serta meyakini bahwa aktivitas penjualan dan/atau penyerahan barang dan jasa tertentu tersebut berada di wilayah pemungutan Kabupaten Manggarai Barat.

Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan penyelenggaraan good governance, Kemenkeu RI juga mengimbau agar Pemkab Mabar selalu memastikan keaslian surat/dokumen dari DJPK dengan menguji keabsahan tanda tangan elektronik (digital sign) pada surat/dokumen DJPK melalui aplikasi Satu Kemenkeu (satu.kemenkeu.go.id).

“Guna menghindari benturan kepentingan, diharapkan tidak menyampaikan pemberian dalam bentuk apapun kepada pejabat/pegawai DJPK atas pelayanan yang diberikan oleh yang bersangkutan,” demikian bunyi surat yang ditandatangi oleh Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lydia Kurniawati Christyana tersebut.

 

Catatan: Artikel diatas telah kami perbaiki dari sebelumnya dengan judul ” Bupati Edi Sebut Kapal Wisata di Labuan Bajo Dihalalkan untuk Dikenakan Pajak” diganti menjadi “Bupati Edi Sebut Kapal Wisata di Labuan Bajo ‘Halal’ untuk Dikenakan Pajak”. Atas kekeliruanya kami menyampaikan permohonan maaf.