LABUAN BAJO TERKINI – Sebanyak 39 siswa Sekolah Dasar Inpres (SDI) Kerora di Pualu Rinca, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) harus bertaruh nyawa untuk berangkat dan pulang sekolah. Sudah menjadi kebiasaan  setiap hari bagi guru dan para siswa harus waspada jika terjadi ancaman serangan Komodo.

Para siswa dan guru itu merupakan penduduk Kampung Wae Rebo, Dusun Kerora, Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar. Setiap harinya mereka harus menempuh jarak 1 kilometer ke sekolah.

Muhamad Hasanudin, salah seorang guru yang mengajar di SDI Kerora mengatakan terdapat 39 murid di sekolah itu, dan 9 tenaga pengajar, 3 diantaranya sudah berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) sementara yang lainnya berstatus honorer.

Guru yang sudah mengajar selama 6 tahun itu menyampaikan, selain kekurangan kelas, beberapa sarana prasarana seperti buku juga menjadi kendala. Bahkan SDI Kerora ini sering didatangi hewan liar seperti Monyet liar dan Babi hutan, begitupun dengan ancaman Komodo bagi murid dan guru yang berasal dari Kampung Wae Rebo.

“Buku kurang di sini, kalau di beli gunakan dana BOS juga tidak cukup. Monyet beberapa kali ganggu proses belajar dengan suaranya, Babi hutan kalau malam suka menghamburkan tanah di halaman sekolah. Murid dari Wae Rebo pagi hari situasinya tidak terlalu berbahaya, tapi siang hari perhatian utama karena sering terjadi pertemuan mendadak dengan komodo di jalan,” kata Hasanudin, Rabu (30/4/2025).

Sementara itu, murid asal Kampung Wae Rebo, Jum, Mifta, Nur dan Zulaika mengaku seringkali dalam perjalanan pergi dan pulang sekolah mereka harus melewati sebuah semenanjung di mana ada dua akses yakni melewati bibir pantai jika air laut surut, dan kaki gunung jika air pasang. Kedua akses ini memiliki ancaman bertemu langsung dengan Komodo.

“Iya sering ketemu, kalau lewat pantai atau gunung pernah ketemu Komodo, kadang kami lari, kadang tunggu dia (Komodo) lewat dulu. Lebih suka lewat pantai tapi kalau dekat lewat gunung,” ujar mereka.

Basia seorang guru asal Kampung Wae Rebo mengaku dirinya selalu dampingi siswi saat berangkat dan pulang sekolah. Ia menyampaikan hal ini dilakukan lantaran merasa khawatir dengan keselamatan anak muridnya. Terutama dari serangan Komodo yang sering mereka jumpai saat di perjalanan, bahkan saat melewati kaki gunung terdapat tiga sarang Komodo aktif yang harus mereka temui.

“Pergi kami ikut pantai, pulang sekolahnya kalau tidak air naik kami masih tetap ikut pantai tapi kalau air naik seperti ini tadi kami ikut kaki gunung ini sudah. Biasa juga kami bertemu dengan Komodo kadang lewat dua hari ketemu lagi begitu terus. Kalau saya belum pulang masih di panggil keluarga di Kerora, saya juga minta mereka jangan dulu pulang, tunggu saya,” jelasnya.

Kepala Dusun Kerora, Basir mengharapkan baik Pemerintah Kabupaten Mabar maupun  Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dapat memperhatikan persoalan ini, dengan memberi pagar pelindung di kampung Wae Rebo seperti di Kampung Kerora. Usulan itu agar dapat menghalau Komodo masuk ke dalam kampung sehingga aman bagi murid, guru serta warga lainnya.

Tak hanya itu, kata Basir, akses jalan bagi murid dan guru saat pergi dan pulang sekolah, di mana ketika kondisi air laut pasang akan menggenangi jalan setapak yang ada.”Sehingga harus melepaskan sepatu terlebih dahulu. Bahkan murid selalu membawa baju ganti,” katanya.

Para guru dan siswa berharap akses jalan menuju kedua kampung tersebut dapat diperhatikan pemerintah guna memudahkan aktivitas warga dari kampung Kerora menuju kampung Wae Rebo dan sebaliknya.