LABUAN BAJO TERKINI – Gemuruh algoritma dan informasi tanpa saringan di era digital menjadi medan ujian baru bagi ketahanan Pancasila. Di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, serupa dengan denyut di banyak pelosok negeri, ideologi bangsa itu kini berhadapan dengan potensi erosi akibat infiltrasi budaya asing hingga polarisasi tajam di ruang siber. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, Pancasila diklaim masih tegak sebagai jangkar persatuan.
Keresahan sekaligus optimisme ini mengemuka dari Vinsensius Supriadi. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai ini, dalam keterangannya pada Minggu, 1 Juni 2025, menggarisbawahi urgensi memperkokoh benteng ideologi tersebut. “Pancasila adalah garda terdepan kita,” ujar Vinsensius dengan nada lugas. “Sebagai generasi penerus, menjadi kewajiban kita untuk merawat dan mengaktualisasikan nilai-nilainya agar tak goyah oleh anasir yang berupaya merobek tenun kebangsaan.”
Panggung media sosial, dalam beberapa warsa terakhir, tak ubahnya arena gladiator ideologis. Kabar bohong (hoaks) yang diproduksi sistematis, semburan kebencian, hingga narasi pemecah belah menjadi santapan sehari-hari yang menguji nalar dan kesetiaan pada Pancasila. Peringatan Hari Lahir Pancasila, yang jatuh setiap 1 Juni, karena itu, menjadi momentum krusial. Bukan sekadar seremoni, melainkan panggilan untuk refleksi mendalam akan pentingnya kearifan digital demi menjaga api persatuan.
“Idealnya,” lanjut Vinsensius, “media sosial menjadi etalase silaturahmi dan diskursus mencerahkan, bukan justru menjadi martil yang merontokkan sendi-sendi nasionalisme.” Ia menekankan perlunya kecermatan dalam memilah informasi, seraya terus menjadikan Pancasila sebagai kompas, baik di jagat maya maupun dunia nyata.
Menurut legislator ini, peringatan Hari Lahir Pancasila mesti menjadi titik tolak penguatan ideologi. Tujuannya jelas: memastikan Indonesia tetap berdiri kokoh sebagai negara berdaulat, berkeadilan, dan berorientasi pada kemakmuran rakyat. Di tengah turbulensi zaman yang serba tak pasti, Pancasila dituntut untuk terus relevan, menjadi suluh moral dan pedoman utama dalam menjaga keutuhan bangsa.
Dengan denyut Pancasila yang terus dihidupkan, kata Vinsensius, Indonesia diyakini sanggup menavigasi kompleksitas tantangan masa depan. Bhinneka Tunggal Ika, dengan demikian, bukan hanya semboyan, melainkan rumah bersama yang terus dirawat oleh segenap anak bangsa, dari Sabang hingga pelosok Manggarai.
Penulis : Rio Suryanto
Tinggalkan Balasan